WANGSAKERTA PELITA DALAM KEGELAPAN SEJARAH JAWA BARAT
Naskah Wangsakerta monumental dan kontroversial dua kata
itulah yang dipandang cocok untuk memberikan apresiasi terhadap naskah kuno
yang menjadi pelita dalam keburaman sejarah Jawa Barat termasuk juga kerajaan-kerajaan
nusantara. Terkuaknya nama raja-raja, kerajaannya, serta kapan terjadinya
merupakan salah satu dari sekian banyak hal penting dalam naskah Wangsakerta. Naskah
yang berasal dari kesulatan cirebon ini memberikan gambaran secara gamblang menyingkap
tabir gelap sejarah yang sekian lama terkubur oleh kebuntuan dan hal-hal yang
irasional
Naskah yang monumental rasanya tidak terlalu berlebihan
jika kata tersebut disandangkan kepada naskah wangsakerta. Hal itu didasakan
pada riwayat penulisan, esensi serta kekuatan karya dalam menyajikan
fakta-fakta sejarah yang selama ini belum terkuak khususnya di Jawa Barat dan
juga kerjaan-kerajaan di nusantara. Penulisannya memakan waktu yang sangat lama
antara tahun (1677- 1698) oleh Pangeran Wangsakerta
dan tim dari kesultanan cirebon.
Naskah-naskah Wangsakerta ditulis pada kertas kulit kayu yang diolah dan
diproses secara halus sehingga kedap air, bertuliskan huruf kawi dengan bahasa
jawa tengahan.
Riwayat Penulisan
Riwayat penulisan dilatar belakangi oleh kegemaran Pangeran
Wangsakerta dalam membaca naskah-naskah kuno, dan ia pula dikenal sebagai ahli
sejarah pada zamannya, selain itu Wangsakerta pernah menerima pesan dari
ayahnya Panembahan Girilaya untuk menyusun pustaka mengenai kerajaan-kerajaan
di nusantara. Pada tahun 1677 diadakanlah gotrasawala
(musyawarah) di keraton kasepuhan cirebon yang berisi menentukan susunan
kepanitiaan, hasil dari musyawarah tersebut menghasilkan keputusan tentang
siapa penanggung jawab, ketua penulisan, serta para penasihat agama yang
didatangkan dari berbagai negara dan daerah seperti ulama islam dari arab,
pendeta siwa dari india, pendeta wisnu dari jawa timur, dan pemuka agama buda
dari jawa tengah serta pemuka konghucu dari semarang. Selain itu susunan
panitia pelaksana pun menjadi isi dari musyawarah tersebut sehingga merumuskan
siapa saja yang akan mengemban tugas sebagai penulis naskah, wakil penulis naskah,
penyeleksi naskah, penanggung jawab keamanan, duta keliling atau undangan,
penanggung jawab konsumsi, sampai penanggung jawab akomodasi. Untuk memudahkan
proses penulisan maka Pangeran Wangsakerta membagi utusan dari seluruh negeri menjadi lima
sangga atau kelompok, yang tugasnya setiap kelompok harus menyususn sejarah
daerahnya, kelimasangga tersebut
mewakili seluruh daerah dari ujung timur sampai ujung barat kerajaan-kerajaan
di nusantara kemudian hasilnya dimusyawarahkan, dinilai kebenarannya oleh para
penasihat, setelah disepakati bersama maka dibuat catatan resmi untuk kemudian
dibukukan dengan penanggung jawab Pangeran Wangsakerta.
Dalam tiap naskah yang ditulisnya Wangsakerta selalau
mencantumkan uraian pendahuluan mengenai penyusunan naskahnya, isinya mengenai
suka dukanya dalam menyusun naskah secara detail, karena kebanyakan wakil-wakil
tiap daerah dalam penyusunannya tidak mau kalah dalam mengungkapkan
argumentasinya, meskipun banyak hal yang bersifat irrasional, bahkan merka
hampir berperang tanding (madwandwa
yuddha) di dalam ruang sidang. Namun dengan kebijaksanaan Pangeran Wangsakerta
serta masukan-masukan dari para saksi dari seluruh negeri maka kesalahpahaman
tersebut dapat diluruskan, sehingga menghasilkan sebuah karya yang didasarkan
pada fakta dan merupakan keputusan bersama. Sebuah pekerjaan yang monumental di
pertengan abad 17, ternyata raja di Jawa Barat telah bisa menyusun sebuah
dokumentasi sejarah secara profesional melibatkan semua pihak dan pengerjaannya
dilakukan lebih dari 22 tahun.
Esensi Naskah
Didasarkan pada isi, naskah Wangsakerta memuat segala
sesuatu secara detail seperti sebuah kerajaan kapan berdirinya, letaknya,
rajanya siapa, berapa lama berkuasa, semuanya tersusun secara faktual dan
rasional. Bahkan yang sangat mengagumkan
di awal-awal naskah disebutkan tentang penciptaan bumi, kemudian
tahapan-tahapan perkembangan bumi dan mahluk yang tinggal sesudahnya dari mulai
hewan, jenis-jenis manusia purba sampai manusia yang sempurna. Naskah yang
terbuat dari kulit kayu halus dengan tinta hitam itu menjelma menjadi sebuah
karya budaya nusantara di Jawa Barat kira-kira satu abad sebelum Immanuel kant
melontarkan teorinya tentang asal-usul planet bumi, atau kira-kira dua abad
sebelum tokoh evolusi inggris Charles Robert Darwin mencetuskan teorinya dalam
buku “ On The Origin Of species”. Sebuah hal yang sangat luar biasa dimana ilmu
pengetahuan menyandarkan berbagai teorinya tentang penciptaan bumi dan
tahapan-tahapan perkembangan manusia
kepada teori-teori yang berasal dari barat ternyata salah satu raja di Jawa
Barat yaitu Pangeran Wangsakerta telah lebih dahulu menjelaskannya secara
gamblang dengan selisih waktu 1-2 abad lebih awal daripada para pemikir dari
barat.
Kontroversial
Kontroversial itulah gelar kedua yang disandang oleh
naskah Wangsakerta, banyak pengamat mengatakan bahwa naskah Wangsakerta
merupakan naskah palsu karena pembuatannya dilakukan pada abad ke 17, banyak
perbedaan dengan naskah-naskah lainnya yang lebih awal umur pembuatannya.
Kemudian Wangsakerta dianggap menyudutkan kerjaan tertentu seperti yang
tercantum dalam pustaka rajyarajya i
Bhumi Nusantara II/2 tentang palagan bubat, isinya menyebutkan bahwa
terjadinya perang bubat antara majapahit dengan sunda diakibatkan oleh
penghianatan gajah mada, semula sunda dengan raja Prabu lingga buana datang
untuk menikahkan putri kerajaan dengan Hayam Wuruk sebagai raja majapahit,
namun keadaan menjadi lain ketika sampai di daerah bubat majapahit mengatakan
bahwa putri citraresmi merupakan persembahan bagi raja Hayam Wuruk sebagai
bukti sunda berada di bawah kekuasaan majapahit, karena merasa dihianati maka
terjadilah peperangan yang sangat tidak seimbang yang akhirnya seluruh
rombongan dari sunda tewas termasuk Prabu Linggabuana dan putrinya Citraresmi. Penggalan
cerita tersebut menjadi kontroversial karena tokoh gajah mada yang digambarkan
sebagai penghianat, sangat bertolak belakang dengan apa yang para pengamat lain
pikirkan bahkan berbeda dengan pelajaran
sejarah di sekolah-sekolah, hal ini membutuhkan sebuah analisis yang sangat mendalam
untuk mengungkap tabir yang masih tertutupi. Namun yang jelas dengan adanya
naskah Wangsakerta setidaknya memberikan secercah harapan dalam penyusunan
sejarah Jawa Barat dan kerjaan-kerajaan di nusantara yang benar-benar dapat
dipertanggung jawabakan.
Satu hal yang patut disayangkan hasil karya yang memakan
waktu 22 tahun dengan jumlah naskah ada 47 jilid mencakup gabungan dari
berbagai daerah yaitu: Pustaka rajyarajya
i Bhumi Nusantara 25 jilid, Pustaka
pararatwan 10 jilid, Pustaka
Negarakretabhumi 12 jilid, dari jumlah tersebut yang telah berhasil
dikumpulkan oleh museum negeri Jawa Barat belum mencapai setengahnya. Semoga dengan cepat ditemukannya seluruh
naskah Wangsakerta bisa menjadi pelita di dalam keburaman sejarah Jawa Barat
dan kerajaan-kerajaan di nusantara.
“ Tulisan ini sebagai apresiasi dari keputusan pemerintah
yang menetapkan tahun 2010 sebagai tahun kunjungan ke museum ”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar