Minggu, 12 Februari 2012

Puisi Indonesia


Abrakadabra

Sang dewa kecil menyusuri trotoar jalan
Di kota kecil yang beranjak baligh
Dengan seragam SD yang masih menenpel di kulit coklatnya
Cengkraman tangan erat memegang kantong plastik hitam
Mencari sampah-sampah botol plastik
Rangkaian jarinya mahir mengobrak-abrik tong sampah
Memungut tujuan hidupnya, nafasnya,  asanya yang harus tersambung
Dari sisa-sisa orang-orang sampah

Sang dewa kecil menyusuri trotoar jalan
Semakin jauh gontai berjalan
Urat-urat kakinya mengerang, tak bisa diam
Usus perutnya berbuat kericuhan yang sangat
Menuntut segera haknya ditunaikan
Berikan hak kami!
Berikan hak kami!
Isi tempurung kepalanya berkata:
Tenang saudaraku, sabar, sabar
sebentar lagi sampah ini kan ku sulap
dengan apa yang kau inginkan
Abakadabra......
Sepiring nasi, seteguk air, sebungkus  harapan
Semangkuk  kata-kata  bukan sajak
Meluber dari semua sisinya, merangkai baris
“Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”


Antara kota tua  kau dan aku


Bulan sabit
Menari-nari membelah irisan senja yang pergi
Dengan genggaman suluh-suluh janji
Angin malam
Menderu mengigilkan orang-orang mungil di pinggiran hati kota tua
Yang renta, yang hitam, yang kumal,yang mati penuh dosa
Yang mati tertimbun ribuan dosa
Di tenggara awan hitam berduka cita
Air matanya deras menghujam kota tua yang telah mati
Sayang, derasnya  tak  sentuh bulan sabit yang terus menari
Tiada henti
Sayap-sayap  kelelawar tak kuasa menampar cahayanya
Cakarnya patah memikul keranda-keranda karat
Ucapan duka cita datang dari seluruh penjuru kota.
Sementara kau masih termenung, tanpa hirau sapaan duka cita
Di kelopak matamu yang dalam kulihat sudut kota tua yang telah mati
Dengan got-got hitam pekat berbau sesak.
Di keningmu kulihat goresan ribuan senja yang tuliskan
Kau lah yang berdosa
                                   
                                                                                                            Banjar, 091110











Bolehkah kupinjam nyalimu?


Bolehkah kupinjam  nyalimu?
Nyaliku hilang, lepas dari ragaku yang tinggal kulit dan tulang
Sejak kulemparkan sajak-sajak kelam, langit menghitam
Mulut-mulut tak terbungkam, berjuta mata beribu suara menghujam
Menyelinap di sela-sea igaku, menembus jantungku, merobek hatiku yang memerah

Bolehkah kupinjam nyalimu walau tuk sesaat?
Jika kau jual, kubeli dengan sisa-sisa  harga diriku
Takut menyelimuti lorong-lorong  waktu
Hari mencerca dengan cipratan-cipratan ludah kemarahan
Hanya karena sajak-sajak kelam
Di rongga otaku berjejal bait dan baris yang harus kutumpahkan
Tapi aku tak bernyali
Takut
Takut hujaman semakin gila
Takut erupsi yang terjadi di otaku
Yang tak tahan lagi menampung kata, baris dan bait yang makin berjejal

Bolehkah kupinjam nyalimu sekarang
Agar aku berani sepertimu
Menerjang, menyerang, bertahan dan bersyair lantang
Sekarang!
Kata, baris, bait mulai meleleh keluar dari ubun-ubunku


Kaukah itu
Kulihat lempeng wajahmu
Memerah, suaramu lantang, seperti orator berdeklamasi kotor
Di garda depan kau melempariku dengan sajak-sajak kotor


                                                                                                                                                                                                                                                                        Banjar, 101110





Damai untukmu guru

Di sudut kelas tak beralas
Helai- helai kitab  itu menempel di dahiku
Huruf-hurufnya meleleh, meresap ke dalam kalbu
Satu, dua, tiga, ratus, ribu, juta  kata memasuki rongga-rongga hati
Kata-kata yang  mengekalkan
Bentakan  memaksaku tuk berbuat
Satu persatu kebajikan

Di sudut kelas dengan celoteh kenakalanku
Kau ajarkan banyak ilmu
Lontaran ajaranmu berselimut tanggung jawab
Lirih baris kata-katamu bersenandung cinta
Yang memanusiakan manusia
Tegap langkahmu penuh wibawa
Dengan kawalan suri tauladan
Aljabar, moral, alam, sosial, terbiasa kau gunakan
Agama, budaya, bahasa, senantiasa kau jaga
Menjadi harta berguna sepanjang masa

kini ku kembali menimba kearifan padamu
Untuk menyalin rasa kemanusiaanmu
Untuk bisa memanusiakan manusia
Diatas pusara kesederhanaan dan nisan kedamaian

Selamat jalan guruku
Kedamaian bersamamu
Karena tuhan lebih tahu


















SANG PENCIPTA


Ya Rabb
Engkaulah pencipta
Gema tasbih bergemuruh dari seluruh
Takbir menggema  menggetarkan semua milik-Mu
Ketika Kau berkehendak menjadikan bumi maka jadilah
Ketika kau berkehaendak menjadikan langit maka berdirilah
Dengan malaikat bersayap yang senantiasa tunduk dan patuh
Kau utus 

Ya Rabb
Engkaulah pencipta
Alam raya berselimut rahmat-Mu
Kuasa- Mu takan hilang tergilas waktu
Besar kecil, jauh dekat, maya  nyata semua dalam pengawasan-Mu
Tak ada yang bisa menolak
Takan ada yang bisa menahan semua kehendakmu
Karena semua milik-Mu

Ya Rabb
Engkaulah pencipta
Engkaulah Sang pemberi nikmat
Burung terbang kau beri nikmat
Ikan di lautan kau beri nikmat
Seluruh ciptaan-Mu tak luput dari nikmatmu
Laa ilaha illallah....
Laa ilaha illallah muhammadur rosululloh....
Tapi mengapa kami selalu berpaling
Tapi mengapa kami selalu mendustakan rosulmu

Ya Rabb
Engkaulah Sang Pencipta
Engkaulah Sang Maha Kuasa
hanya kepada-Mu segala urusan dikembalikan


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar